The Godfather Part II, Saat Warisan Keluarga Berubah Jadi Kutukan
Home » Ulasan FIlm » The Godfather Part II, Saat Warisan Keluarga Berubah Jadi Kutukan

The Godfather Part II, Saat Warisan Keluarga Berubah Jadi Kutukan

detama 05 Mei 2025 37

Di The Godfather Part II, Michael Corleone masuk lebih dalam ke dalam bayang-bayang gelap yang menghantui hidupnya. Dulu, kita mengenal Michael sebagai anak Don Vito yang cerdas dan penuh harapan. Namun, kini kita melihat perubahan drastis pada dirinya: menjadi pria yang dingin, penuh ambisi, dan semakin terobsesi dengan kekuasaan. Film ini membawa kita berkelana melalui kenangan masa lalu yang penuh kehangatan keluarga, lalu beralih ke sosok Michael yang sudah paruh baya—kejam, tertutup, dan sangat kesepian. Dia jelas adalah karakter yang tragis.

Saga keluarga Corleone, yang digarap oleh Francis Ford Coppola dan Mario Puzo, bisa dibilang adalah kisah sukses yang berbalik arah. Aneh rasanya, The Godfather dan sekuelnya ini seolah masuk dalam kategori kisah pencapaian imigran di Amerika, seperti The Emigrants atau The New Land. Dulu, keluarga Corleone adalah orang-orang yang bekerja keras, ambisius, dan setia. Mereka mulai dari bawah, hingga akhirnya menjadi organisasi mafia terbesar di negara ini. Sayangnya, kalau saja bisnis mereka bukan kejahatan, siapa tahu ini bisa jadi inspirasi buat kita semua.

Coppola tampaknya punya pandangan yang ambivalen soal materi ini. Don Vito Corleone, yang diperankan oleh Marlon Brando di The Godfather, adalah sosok yang terhormat dan penuh martabat. Rasanya susah untuk nggak bersimpati padanya, terutama saat dia bermain dengan cucunya di taman, merasakan kedamaian setelah seumur hidup yang penuh dengan kejahatan dan kekerasan. Tapi, sebenarnya, bagaimana sih kita seharusnya memandangnya? Apa sebenarnya pandangan Coppola terhadap The Godfather ini?

The Godfather Part II, Saat Warisan Keluarga Berubah Jadi Kutukan

Don Vito dan Michael: Cerita yang Terpisah, Tapi Tersambung

The Godfather Part II bergerak maju mundur, menghubungkan cerita dari film pertama dengan kilas balik yang memperlihatkan kehidupan Don Vito muda. Don Vito, yang diperankan oleh Robert De Niro, datang ke Amerika setelah keluarganya dibunuh oleh mafia di Sisilia. Dari situ, ia mulai membangun karir kriminalnya. Sekitar seperempat film ini menceritakan kisah Don Vito muda, sementara sisanya fokus pada Michael yang sekarang sudah memimpin bisnis keluarga setelah ayahnya meninggal. Michael berusaha mengkonsolidasi kekuasaan di Nevada, serta berencana memperluas bisnisnya ke Florida dan Kuba. Al Pacino kembali memerankan Michael dengan luar biasa, sementara karakter-karakter lain seperti Tom Hagen (Robert Duvall), Kay (Diane Keaton), dan Fredo (John Cazale) juga memberi warna pada cerita.

Coppola, seperti di film pertama, benar-benar jago dalam menciptakan atmosfer dan nuansa waktu. Cara bercerita yang cerdik ini bikin penonton harus berpikir aktif. Saat Michael berusaha mencari siapa yang mengkhianatinya, dia harus memutarbalikkan cerita dan memberi informasi yang berbeda pada orang yang berbeda. Penonton pun ikut berpikir, memilah-milah mana yang benar dan mana yang bohong.

Michael Corleone: Dari Pemimpin Keluarga ke Kesepian

Al Pacino benar-benar membawakan karakter Michael dengan luar biasa. Michael yang awalnya ingin membuat bisnis keluarga sah, akhirnya justru semakin terjerumus dalam kebohongan, pengkhianatan, dan kekerasan. Di akhir film, Michael hampir ditinggalkan oleh semua orang, kecuali mereka yang bekerja untuknya dan takut padanya. Michael jadi sosok yang sangat kesepian.

Namun, yang membuat Michael tragis bukan cuma karena dia menjadi pembunuh berdarah dingin, tapi lebih karena kesombongannya. Dia kehilangan sentuhan kemanusiaannya, rasa hormat yang dulu seharusnya diwariskan oleh ayahnya, Don Vito. Karena dia salah mengelola kemanusiaannya, Michael harus menanggung penderitaan yang besar.

Kehilangan Sentuhan Kemanusiaan: Perbandingan Antara Don Vito dan Michael

Coppola dengan cerdas mengajak kita untuk membandingkan Don Vito yang penuh martabat dengan Michael yang semakin tenggelam dalam dunia kekuasaan yang rapuh. Dalam kilas balik ke masa muda Don Vito, kita bisa melihat bahwa dia bukan sekadar gangster biasa—dia juga berjuang untuk orang-orang tertindas, seperti saat dia membela seorang janda miskin. Don Vito lebih mirip kapten polisi daripada bos mafia. Kalau saja Michael punya sentuhan kemanusiaan seperti itu, mungkin semuanya akan berbeda.

Masalah Struktural dalam Film

Meski Coppola penuh dengan ide brilian, The Godfather Part II nggak sepenuhnya berhasil menyatukan semuanya. Film ini, meskipun penuh dengan adegan keren dan akting luar biasa, terasa agak terhambat karena cara penyampaian cerita yang terpecah-pecah. Beberapa adegan terasa kurang relevan (misalnya yang di Kuba, kurang dijelaskan dengan baik), dan beberapa plot terasa kabur (siapa sebenarnya yang memerintahkan percobaan pembunuhan di Brooklyn?).

Tapi meskipun ada kekurangan itu, tetap ada momen-momen besar di film ini. Salah satunya adalah pesta komuni pertama anak Michael yang disutradarai dengan sangat cerdas sebagai perbandingan dengan adegan pernikahan di film pertama. Ada juga penampilan Lee Strasberg sebagai Hyman Roth, yang berhasil menampilkan karakter yang terlihat lembut tapi sebenarnya sangat keras. Dan tentu saja, Al Pacino yang bisa menyampaikan banyak perasaan tanpa harus mengucapkan banyak kata.

Kesimpulan

Di akhir cerita, meskipun The Godfather Part II punya banyak momen menonjol dan akting yang brilian, film ini nggak sepenuhnya berhasil menyatukan cerita kompleksnya dengan cara yang memuaskan. Adegan-adegan yang indah dan penampilan aktor yang luar biasa kadang terhambat oleh ketegangan yang terpecah-pecah dan plot yang agak kabur. Film ini mungkin nggak sebrilian film pertama, tapi tetap layak untuk dinikmati dan direnungkan, terutama buat yang penasaran dengan perjalanan tragis seorang pemimpin keluarga mafia.

Comments are not available at the moment.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*

*

*

Related post
Forrest Gump, Film yang Bikin Kita Bertanya-tanya, “Sebenernya, Siapa yang Pintar di Dunia Ini?”

detama

18 Mei 2025

Sebuah film yang ngena banget… antara lucu, sedih, absurd, tapi bikin hangat di hati. Kirain Komedi, Ternyata Lebih dari Itu Jujur ya, pas awal nonton Forrest Gump, gue pikir ini film komedi yang santai dan ringan. Tapi ternyata, makin lama makin sadar: ini bukan cuma soal ketawa-ketawa. Ini film yang dalam, yang bisa bikin ketawa …

Ini Alasan Kenapa The Lord of the Rings: The Fellowship of the Ring Bikin Penggemar Tolkien Terkejut!

detama

17 Mei 2025

Siapa sih yang nggak kenal dengan The Lord of the Rings? Kalau kamu penggemar cerita fantasi, pastinya tahu dong soal karya epik J.R.R. Tolkien yang satu ini. Nah, di dalam dunia Tolkien, ada satu kelompok makhluk yang menurut gue cukup menarik, yaitu kaum Hobbit. Mereka ini digambarkan sebagai makhluk kecil, baik hati, lincah, dan penuh …

Mau Nonton Film yang Bikin Otak Lo Berputar? Ini Dia Pulp Fiction, Keajaiban Tarantino!

detama

11 Mei 2025

Ada momen-momen ajaib dalam hidup di mana kamu nonton sebuah film, terus begitu lampu dinyalain, kamu ngerasa kayak baru keluar dari dunia lain. Gue ngalamin itu waktu pertama kali nonton Pulp Fiction. Film ini bukan cuma sekadar tontonan, tapi kayak roller coaster absurd yang muter-muterin kepala lo sambil nyodorin burger, darah, dan referensi pop culture …

Dulu Cuma Cari Untung, Sekarang Jadi Pahlawan! Kisah Gila Oskar Schindler di Film Schindler’s List

detama

09 Mei 2025

Di awal Perang Dunia II, Schindler ngelihat peluang. Dia pindah ke Polandia, buka pabrik, dan mulai mempekerjakan orang Yahudi karena upah mereka murah banget. Semua murni buat bisnis. Tapi di akhir perang, dia malah mengorbankan semua hartanya demi nyelamatin pekerja-pekerjanya dari kematian. Bahkan dia sampai nipu Nazi pakai pabrik palsu yang seolah-olah bikin amunisi—padahal nggak …

Akhir yang Epik dan Keindahan “Return of the King” dalam Trilogi Lord of the Rings

detama

06 Mei 2025

Akhirnya, kita sampai juga di penghujung trilogi Lord of the Rings dengan Return of the King. Kalau gue sih lebih suka ngelihat keseluruhan trilogi ini daripada cuma bagian-bagiannya aja. Meskipun film kedua, The Two Towers, menurut gue agak kehilangan arah dan agak bikin bingung, Return of the King benar-benar berhasil ngejeretin semua karakter ke takdir …

12 Angry Men! Kenapa Film Klasik Ini Bisa Mengubah Cara Pandangmu Tentang Keadilan

detama

06 Mei 2025

Kalau kamu suka film yang bisa bikin otak kamu berpikir dan enggak cuma buat hiburan semata, 12 Angry Men ini wajib banget masuk daftar tonton. Dirilis tahun 1957, film ini bener-bener beda dari film drama ruang sidang kebanyakan. Cuma di satu ruangan kecil, dengan 12 juri yang ribut soal nasib seorang pemuda yang dituduh membunuh …